. peran wali dalam peyebaran Islam diIndoanesia
Pendahuluan
Pada abad 15 para saudagar muslim telah
mencapai kemajuan pesat dalam usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki
jaringan di kota-kota bisnis di sepanjang pantai Utara. Komunitas ini dipelopori
oleh Walisongo yang membangun masjid pertama di tanah Jawa, Masjid Demak yang
menjadi pusat agama yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan Islamisasi di
seluruh Jawa.Walisongo
berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari hadramaut. Beliau
dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab saudi dan
daerah arab lain yang tidak menganut syiah.[1]
Penyebaran agama Islam di Jawa terjadi pada waktu
kerajaan Majapahit runtuh disusul dengan berdirinya kerajaan Demak. Era tersebut merupakan
masa peralihan kehidupan agama, politik, dan seni budaya. Di kalangan penganut
agama Islam tingkat atas ada sekelompok tokoh pemuka agama dengan sebutan Wali.
Zaman itu pun dikenal sebagai zaman “kewalen”. Para wali itu dalam
tradisi Jawa dikenal sebagai “Walisanga”, yang merupakan lanjutan konsep
pantheon dewa Hindhu yang jumlahnya juga Sembilan orang. [2] Adapun Sembilan orang wali yang dikelompokkan sebagai pemangku
kekuasaan pemerintah yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang,
Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan
Gunung Jati. [3]
II. Rumusan
Masalah
A. Bagaimana Sejarah tentang Walisongo?
B. Bagaimana peran Walisongo dalam penyebaran dan
perkembangan Islam di Indonesia?
III. Pembahasan
A. Sejarah Tentang Walisongo
Walisongo
secara sederhana artinya sembilan orang yang telah mencapai tingkat “Wali”,
suatu derajat tingkat tinggi yang mampu mengawal babahan hawa
sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri manusia), sehingga memiliki
peringkat wali.[4] Para wali tidak hidup secara bersamaan. Namun satu sama
lain memiliki keterkaitan yang sangat erat, bila tidak dalam ikatan darah juga
dalam hubungan guru-murid.[5]
Adapun
penjelasan tokoh-tokoh Walisongo adalah sebagai berikut:[6]
1. Sunan
Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim)
Syekh Maulana Malik
Ibrahim berasal dari Turki, dia adalah seorang ahli tata negara yang ulung.
Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke pulau Jawa pada tahun 1404 M. Jauh
sebelum beliau datang, islam sudah ada walaupun sedikit, ini dibuktikan dengan
adanya makam Fatimah binti Maimun yang nisannya bertuliskan tahun
1082. [7]
Dikalangan rakyat jelata
Sunan Gresik atau sering dipanggil Kakek Bantal sangat terkenal terutama di
kalangan kasta rendah yang selalu ditindas oleh kasta yang lebih tinggi. Sunan
Gresik menjelaskan bahwa dalam Islam kedudukan semua orang adalah sama
sederajat hanya orang yang beriman dan bertaqwa tinggi kedudukannya di sisi
Allah. Dia mendirikan pesantren yang merupakan perguruan islam, tempat mendidik
dan menggenbleng para santri sebagai calon mubaligh.
Di Gresik, beliau juga
memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat gresik semakin meningkat.
Beliau memiliki gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi sawah dan
ladang. Syekh Maulana Malik Ibrahim seorang walisongo yang dianggap
sebagai ayah dari walisongo. Beliau wafat di gresik pada tahun 882 H atau 1419
M.[8]
2. Sunan
Ampel (Raden Rahmat)
Raden
Rahmat adalah putra Syekh Maulana Malik Ibrahim dari istrinya
bernamaDewi Candrawulan. Beliau memulai aktivitasnya dengan mendirikan
pesantren di Ampel Denta, dekat dengan Surabaya. Di antara pemuda yang dididik
itu tercatat antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan pertama
Kesultanan Islam Bintoro, Demak), Raden Makdum Ibrahim (putra Sunan Ampel
sendiri dan dikenal sebagai Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), dan
Maulana Ishak.
Menurut Babad
Diponegoro, Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana
Manjapahit, bahkan istrinya pun berasal dari kalangan istana Raden Fatah, putra
Prabu Brawijaya, Raja Majapahit, menjadi murid Ampel. Sunan Ampel tercatat
sebagai perancang Kerajaan Islam di pulau Jawa. Dialah yang mengangkat Raden
Fatah sebagai sultan pertama Demak. Disamping itu, Sunan Ampel juga ikut
mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun 1479 bersama wali-wali lain.
Pada
awal islamisasi Pulau Jawa, Sunan Ampel menginginkan agar masyarakat menganut
keyakinan yang murni. Ia tidak setuju bahwa kebiasaan masyarakat seperti
kenduri, selamatan, sesaji dan sebagainya tetap hidup dalam sistem
sosio-kultural masyarakat yang telah memeluk agama Islam. Namun wali-wali yang
lain berpendapat bahwa untuk sementara semua kebiasaan tersebut harus dibiarkan
karena masyarakat sulit meninggalkannya secara serentak. Akhirnya, Sunan Ampel
menghargainya. Hal tersebut terlihat dari persetujuannya ketika
Sunan Kalijaga dalam usahanya menarik penganut Hindu dan Budha, mengusulkan
agar adat istiadat Jawa itulah yang diberi warna Islam.[9] Dan beliau
wafat pada tahun 1478 dimakamkan disebelah masjid Ampel.[10]
3. Sunan
Bonang (Raden Makdum Ibrahim)
Nama
aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau Putra Sunan Ampel. Sunan Bonang
terkenal sebagai ahli ilmu kalam dan tauhid. [11] Beliau dianggap
sebagai pencipta gending pertama dalam rangka mengembangkan ajaran Islam di
pesisir utara Jawa Timur. Setelah belajar di Psai, Aceh, Sunan Bonang kembali
ke Tuban, Jawa Timur, untuk mendirikan pondok pesantren. Santri-santri yang
menjadi muridnya berdatangan dari berbagai daerah.
Sunan
Bonang dan para wali lainnya dalam menyebarkan agama Islam selalu menyesuaikan
diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang
serta musik gamelan. Mereka memanfaatkan pertunjukan tradisional itu sebagai
media dakwah Islam, dengan menyisipkan napas Islam ke dalamnya. Syair lagu
gamelan ciptaan para wali tersebut berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah
SWT. dan tidak menyekutukannya. Setiap bait lagu diselingi dengan syahadatain
(ucapan dua kalimat syahadat); gamelan yang mengirinya kini dikenal dengan
istilah sekaten, yang berasal dari syahadatain. Sunan Bonang sendiri
menciptakan lagu yang dikenal dengan tembang Durma, sejenis macapat yang
melukiskan suasana tegang, bengis, dan penuh amarah.[12] . Sunan Bonang
wafat di pulau Bawean pada tahun 1525 M.[13]
4. Sunan
Giri
Sunan Giri merupakan
putra dari Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu putra Menak Samboja.
Kebesaran Sunan Giri terlihat antara lain sebagai anggota dewan Walisongo. Nama
Sunana Giri tidak bisa dilepaskan dari proses pendirian kerajaan Islam pertama
di Jawa, Demak. Ia adalah wali yang secara aktif ikut merencanakan berdirinya
negara itu serta terlibat dalam penyerangan ke Majapahit sebagai
penasihat militer.[14]
Sunan Giri atau Raden
Paku dikenal sangat dermawan, yaitu dengan membagikan barang dagangan kepada
rakyat Banjar yang sedang dilanda musibah. Beliau pernah bertafakkur di goa
sunyi selama 40 hari 40 malam untuk bermunajat kepada Allah. Usai bertafakkur
ia teringat pada pesan ayahnya sewaktu belajar di Pasai untuk mencari daerah
yang tanahnya mirip dengan yang dibawahi dari negeri Pasai melalui desa
Margonoto sampailah Raden Paku di daerah perbatasan yang hawanya sejuk, lalu
dia mendirikan pondok pesantren yang dinamakan Pesantren Giri. Tidak berselang
lama hanya daam waktu tiga tahun pesantren tersebut terkenaldi seluruh
Nusantara. Sunan Giri sangat berjasa dalam penyebaran Islam baik di Jawa
atau nusantara baik dilakukannya sendiri waktu muda melalui berdagang tau
bersama muridnya. Beliau juga menciptakan tembang-tembang dolanan anak kecil
yang bernafas Islami, seperti jemuran, cublak suweng dan
lain-lain.[15]
5. Sunan
Drajat
Nama
aslinya adalah Raden Syarifudin. Ada suber yang lain yang mengatakan namanya
adalah Raden Qasim, putra Sunan Ampel dengan seorang ibu bernama Dewi
Candrawati. Jadi Raden Qasim itu adalah saudaranya Raden Makdum Ibrahim (Sunan
Bonang). Oleh ayahnya yaitu Sunan Ampel, Raden Qasim diberi tugas untuk
berdakwah di daerah sebalah barat Gresik, yaitu daerah antara Gresik dengan
Tuban.
Di
desa Jalang itulah Raden Qasim mendirikan pesantren. Dalam waktu yang singkat
telah banyak orang-orang yang berguru kepada beliau. Setahun kemudian di desa
Jalag, Raden Qasim mendapat ilham agar pindah ke daerah sebalah selatan
kira-kira sejauh satu kilometer dari desa Jelag itu. Di sana beliau mendirikan
Mushalla atau Surau yang sekaligus dimanfaatkan untuk tempat berdakwah. Tiga
tahun tinggal di daerah itu, beliau mendaat ilham lagi agar pindah tempat ke
satu bukit. Dan di tempat baru itu belaiu berdakwah dengan menggunakan kesenian
rakyat, yaitu dengan menabuh seperangkat gamelanuntuk mengumpulkan orang,
setelah itu lalu diberi ceramah agama. Demikianlah kecerdikan Raden Qasim
dalam mengadakan pendekatan kepada rakyat dengan menggunakan kesenian rakyat
sebagai media dakwahnya. Sampai sekarang seperangkat gamelan itu masih
tersimpan dengan baik di museum di dekat makamnya.
6. Sunan
Kalijaga
Nama aslinya adalah Raden
Sahid, beliau putra Raden Sahur putra Temanggung Wilatika Adipati Tuban. Raden
Sahid sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi
tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan,
hingga dia mencari makanan dari gudang kadipaten dan dibagikan kpeada rakyatnya.
Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu tangannya dicampuk 100 kali sampai
banyak darahnya dan diusir.
Setelah diusir selain
mengembara, ia bertemu orang berjubah putih, dia adalah Sunan Bonang. Lalau
Raden Sahid diangkat menjadi murid, lalu disuruh menunggui tongkatnya di depan
kali sampai berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid
disebut Sunan Kalijaga.
Sunan kalijaga
menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang,
sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh
para penyebar Islam seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan
mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran
Islam sekalipun, karena pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian
itu. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia itdak pernah
meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian
wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita
itu disispkan ajaran agama dan nama-nama pahlawan
Islam.[16]
7. Sunan Kudus (Ja’far Sadiq)
Sunan Kudus menyiarkan agama Islam di daerah
Kudus dan sekitarnya. Beliau memiliki keahlian khusus dalam bidang agama,
terutama dalam ilmu fikih, tauhid, hadits, tafsir serta logika. Karena itulah
di antara walisongo hanya ia yang mendapat julukan wali al-‘ilm (wali
yang luas ilmunya), dank arena keluasan ilmunya ia didatangi oleh banyak
penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara.
Ada cerita yang mengatakan bahwa Sunan Kudus
pernah belajar di Baitul Maqdis, Palestina, dan pernah berjasa memberantas
penyakit yang menelan banyak korban di Palestina. Atas jasanya itu, oleh
pemerintah Palestiana ia diberi ijazah wilayah (daerah kekuasaan) di Palestina,
namun Sunan Kudus mengharapkan hadiah tersebut dipindahkan ke Pulau Jawa, dan
oleh Amir (penguasa setempat) permintaan itu dikabulkan. Sekembalinya ke Jawa
ia mendirikan masjid di daerah Loran tahun 1549, masjid itu diberi nama Masjid
Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid Menara Kudus) dan daerah sekitanya diganti dengan
nama Kudus, diambil dari nama sebuah kota di Palestina, al-Quds. Dalam
melaksanakan dakwah dengan pendekatan kultural, Sunan Kudus menciptakan
berbagai cerita keagamaan. Yang paling terkenal adalah Gending
Makumambang dan Mijil. [17] Cara-cara
berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:
a. Strategi
pendekatan kepada masa dengan jalan
1. Membiarkan
adat istiadat lama yang sulit diubah
2. Menghindarkan
konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama islam
3. Tut
Wuri Handayani
4. Bagian
adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah.
b. Merangkul
masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu
sapi adalah binatang suci dan keramat.
c. Merangkul
masyarakat Budha
Setelah masjid, terus Sunan Kudus
mendirikan padasan tempat wudlu denga pancuran yang berjumlah delapan, diatas
pancuran diberi arca kepala Kebo Gumarang diatasnya hal ini disesuaikan dengan
ajaran Budha “ Jalan berlipat delapan atau asta sunghika marga”.
d. Selamatan
Mitoni
Biasanya sebelum acara selamatan diadakan
membacakan sejarah Nabi.
Sunan Kudus wafat pada
tahun 1550 M dan dimakamkan di Kudus. Di pintu makan Kanjeng Sunan Kudus
terukir kalimat asmaul husna yang berangka tahun 1296 H atau
1878 M.[18]
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Salah seorang Walisongo yang banyak berjasa
dalam menyiarkan agama Islam di pedesaab Pulau Jawa adalah Sunan Muria. Beliau
lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya dan
makamnya terletak di Gunung Muria (18 km di sebelah utara Kota Kudus
sekarang).[19]
Beliau adalah putra dari
Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said, dalam berdakwah
ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat menganbil ikan tidak
sampai keruh airnya. Muria dalam menyebarkan agama Islam. Sasaran dakwah beliau
adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-satunya
wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah dan
beliau pulalah yang menciptakan tembang Sinom dan kinanthi. Beliau banyak
mengisi tradisi Jawa dengan nuansa Islami seperti nelung dino, mitung dino,
ngatus dino dan sebagainya.[20]
Lewat tembang-tembang
yang diciptakannya, sunan Muria mengajak umatnya untuk mengamalkan ajaran
Islam. Karena itulan sunan Muria lebih senang berdakwah pada rakyat jelata
daripada kaum bangsawan. Cara dakwah inilah yang menyebabkan suna Muria dikenal
sebagai sunan yang suka berdakwak tapa ngeli yaitu
menghanyutkan diri dalam masyarakat.[21]
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Salah seorang dari Walisongo yang banyak
berjasa dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Barat;
juga pendiri Kesultanan Cirebon. Nama aslinya Syarif Hidayatullah. Dialah
pendiri dinasti Raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten. Sunan Gunung Jati
adalah cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.[22]
Setelah selesai menuntut
ilmu pasa tahun 1470 dia berangkat ketanah Jawa untuk mengamalkan ilmunya.
Disana beliau bersama ibunya disambut gembira oleh
pangeran Cakra Buana. Syarifah Mudain minta agar diizinkan tinggal
dipasumbangan Gunung Jati dan disana mereka membangun pesantren untuk
meneruskan usahanya Syeh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana.
Oleh karena itu Syarif Hidayatullah dipanggil sunan gunung Jati. Lalu ia
dinikahkan dengan putri Cakra Buana Nyi Pakung Wati kemudian ia diangkat
menjadi pangeran Cakra Buana yaitu pada tahun 1479 dengan diangkatnya ia
sebagai pangeran dakwah islam dilakukannya melalui diplomasi dengan kerajaan
lain.[23]
Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam
yang bebas dari kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi
kerajaan yang belum menganut agama Islam. Dari Cirebon, ia mengembangkan agama
Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali
(Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten.[24]
B. Peran Walisongo dalam Penyebaran dan
Perkembangan Islam di Indonesia.
Sejarah walisongo berkaitan dengan penyebaran
Dakwah Islamiyah di Tanah Jawa. Sukses gemilang perjuangan para Wali ini
tercatat dengan tinta emas. Dengan didukung penuh oleh kesultanan Demak
Bintoro, agama Islam kemudian dianut oleh sebagian besar manyarakat Jawa, mulai
dari perkotaan, pedesaan, dan pegunungan. Islam benar-benar menjadi agama yang
mengakar.[25]
Para wali ini mendirikan masjid, baik sebagai
tempat ibadah maupun sebagai tempat mengajarkan agama. Konon, mengajarkan agama
di serambi masjid ini, merupakan lembaga pendidikan tertua di Jawa yang
sifatnya lebih demokratis. Pada masa awal perkembangan Islam, sistem seperti
ini disebut ”gurukula”,
yaitu seorang guru menyampaikan ajarannya kepada beberapa murid yang duduk di
depannya, sifatnya tidak masal bahkan rahasia seperti yang dilakukan oleh Syekh
Siti Jenar. Selain prinsip-prinsip keimanan dalam Islam, ibadah, masalah moral
juga diajarkan ilmu-ilmu kanuragan, kekebalan, dan bela diri.[26]
Sebenarnya Walisongo adalah nama suatu
dewan da’wah atau dewan mubaligh. Apabila ada salah seorang wali tersebut pergi
atau wafat maka akan segera diganti oleh walilainnya. Era
Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara
untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam
di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.
Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa,
juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara
langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding
yang lain. [27]
Kesembilan wali ini mempunyai peranan yang
sangat penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa pada abad ke-15.
Adapun peranan walisongo dalam penyebaran agama Islam antara lain:
1. Sebagai
pelopor penyebarluasan agama Islam kepada masyarakat yang belum banyak mengenal
ajaran Islam di daerahnya masing-masing.
2. Sebagai
para pejuang yang gigih dalam membela dan mengembangkan agama Islam di masa
hidupnya.
3. Sebagai
orang-orang yang ahli di bidang agama Islam.
4. Sebagai
orang yang dekat dengan Allah SWT karena terus-menerus beribadah kepada-Nya,
sehingga memiliki kemampuan yang lebih.
5. Sebagai
pemimpin agama Islam di daerah penyebarannya masing-masing, yang mempunyai
jumlah pengikut cukup banyak di kalangan masyarakat Islam.
6. Sebagai
guru agama Islam yang gigih mengajarkan agama Islam kepada para muridnya.
7. Sebagai
kiai yang menguasai ajaran agama Islam dengan cukup luas.
8. Sebagai
tokoh masyarakat Islam yang disegani pada masa hidupnya.
Berkat kepeloporan dan
perjuangan wali sembilan itulah, maka agama Islam menyebar ke seluruh pulau
Jawa bahkan sampai ke seluruh daerah di Nusantara.[28]
[1] Mukhlis
PaeEni, Sejarah Kebudayaan
Indonesia, (Religi dan Filsafat), (
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm 76
[2] Mukhlis PaEni, Sejarah Kebudayaan Indonesia (Sistem
Sosial), (Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada, 2009) hal 128-129
[3] Tatang Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasah Tsanawiyah
Untuk Kelas IX Semester 1 dan 2, (Bandung,: CV ARMICO, 2009), hlm. 25-26
[4] Saifullah, Sejarah
dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), hlm21- 22.
[5] Budiono
Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo Misi
Pengislaman di Tanah Jawa, (Yogyakarta:
GRAHA Pustaka, 2009), hlm 16
[6] Fatah
syukur, Sejarah Peradaban Islam,
(Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2010), hlm 193-194
[7] Abu
Su’ud, Islamologi(Sejarah Ajaran
dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia),(Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2003), hlm. 125
[8] Abu
Su’ud, Islamologi(Sejarah Ajaran
dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia),..hlm 194
[9] Tatang
Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam
Madrasah Tsanawiyah untuk Kelas IX Semester 1 dan 2,...hlm.
27-29.
[10] Abu
Su’ud, Islamologi(Sejarah Ajaran
dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia),..hlm.195
[11]Fatah
syukur, Sejarah Peradaban Islam,.. hlm 196
[12] Tatang
Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam
Madrasah Tsanawiyah untuk Kelas IX Semester 1 dan 2,...hlm.
29
[13]Fatah
syukur, Sejarah Peradaban Islam,,.. hlm 196
[14] Ridin
Sofwan, dkk, Islamisasi Islam di Jawa
Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 65
[15] Fatah
Syukur, Sejarah Peradaban Islam,.. hlm.
196
[16] Samsul
Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), hlm. 308
[17] Tatang
Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam
Madrasah Tsanawiyah untuk Kelas IX Semester 1 dan 2,...hlm. 33
[18] Budiono
Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo Misi
Pengislaman di Tanah Jawa,.. hlm 130
[19] Tatang Ibrahim, Sejarah
Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah untuk Kelas IX Semester 1 dan 2,.. hlm. 34
[20] Fatah Syukur, Sejarah
Peradaban Islam,,..,hlm 199
[21] Budiono
Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo Misi
Pengislaman di Tanah Jawa,.. hlm. 137-138
[22] Tatang Ibrahim, Sejarah
Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah untuk Kelas IX Semester 1 dan 2,.. hlm. 34-45
[23] Fatah Syukur, Sejarah
Peradaban Islam,,.. hlm 199
[24] Tatang Ibrahim, Sejarah
Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah untuk Kelas IX Semester 1 dan 2,..hlm. 35
[25] Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah
Jawa,.. hlm. 5
[26] Mukhlis PaEni, Sejarah Kebudayaan Indonesia (Sistem
Sosial),.. hlm 128-129
[27]http://zulfanioey.blogspot.com/2008/12/peran-walisongo-dalam-penyebaran-islam.html,16-04-2013,
08.30
[28]http://id.shvoong.com/humanities/history/2183822-peranan-walisongo-dalam-penyebaran agama/#ixzz2Qgi7upKQ, 16-04-2013, 08.45
No comments:
Post a Comment